Rabu, 27 April 2011

Tertangkap Tangan Oleh KPK


Oleh Muh Gusli Piliang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali menunjukan taringnya didepan public. Setelah sekian lama KPK tidak tampil didepan public akibat kasus yang menimpa pimpinan KPK Antasari Ashar dalam kasus dalang pembunuhan direktur Rajawali Banjaran (Nazarudin Syamsudin) beberapa waktu yang lalu.
Dalam kasus yang menimpa Antasari selaku pimpinan KPK, kontan membuat KPK seakan lembaga yang tak mencerminkan nilai lembaga pemberantasan korupsi. Sehingga berujung pada pengkerdilan lembaga dimata public, masyarakat selalu berharap pada lembaga pemberantasan korupsi selaku pihak yang akan membersihkan praktek-praktek kecurangan yang menimbulkan kerugian pada keuangan Negara.
Belum lagi selesai kasusnya Antasari, KPK kembali terbelit masalah yang mencerminkan lembaga tersebut serat dengan praktek-praktek yang seharusnya mereka berantas. Hal itu, tertimpa pada beberapa pimpinan KPK (Bibit-Candra), terkait kasus yang melibatkan Anggodo Wijojo.
Seakan tak habis-habisnya lembaga tersebut diserang oleh pihak-pihak yang menginginkan terdapatnya kelemahan dalam institusi KPK. Terbukti dari Amandemen UU tentang Kewenangan KPK yang dibahas oleh MPR/DPRI RI. Dan kekosongan pucuk pimpinan KPK selama kasus yang membelit para petingginya yang berujung banyaknya temuan KPK yang tidak ditindak lanjuti, karena para pengambil kebijakan tersebut dalam masa pengungkapan tudingan yang menimpa pimpinan mereka tidak mampu berbuat banyak untuk menjalankan agenda yang sudah ada.
Dilihat dari beberapa kasus besar yang menjadi sorotan public, seperti kasus Century dan PNS Ditjen Pajak Golongan IIIA (Gayus Tambunan). Dimana peran KPK dalam mengungkap praktek korupsi baik itu pada Bank Centry yang merugikan Negara hingga 6,7 T dan PNS Ditjen Pajak Golongan IIIA yang memiliki kekayaan diatas kewajaran masa kerja dan gaji yang diterima.
Dengan melemahnya peran dan fungsi KPK dalam memberantas korupsi, tentu akan menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak yang selalu menginginkan praktek-praktek korup tetap subur dinegeri ini. Dan lebih meleluasakan mereka dalam menguruk keuntungan atas Jabatan yang diembat dalam posisi mereka dipemerintahan.
Hal tersebut, terjadi didalam lembaga Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dimana lembaga pemerintahan tersebut, telah kedapatan tangan oleh KPK sedang melakukan transaksi dengan perusahan pemenang tender pembanguan wisma atlit di Provinsi Sumatera Selatan. Barang bukti yang disita oleh KPK lumayan besar 2 Miliyar dalam bentuk Cek. Penangkapan yang dilakukan oleh KPK dikantor Menpora melibatkan Sesmen (Wafid Muharam) dan beberapa utusan perusahaan tersebut.
Apa yang terjadi didalam lembaga pemerintahan Pemuda dan Olahraga, suatu bukti bahwa praktek korupsi kembali subur. Dan tidak tutup kemungkinan praktek-praktek tersebut telah terjadi disetiap instansi pemerintahan. Untuk membuktikan itu semua tentu perlu kesadaran oleh pihak-pihak yang selalu menjunjung tinggi nilai norma dan memegang teguh amanah yang sudah diberikan kepadanya.
Kenapa praktek-praktek seperti itu bisa subur kembali???. Bukankah dengan tindak tanduk KPK selama ini, memberikan efek jerah kepada mereka. Apa yang dilakukan lembaga pemerintah tersebut, tentu akan menimbulkan tanda tanya pada public, setelah apa yang telah dilakukan KPK selama ini, terhadap mereka yang melakukan praktek-praktek yang merugikan Negara, Tidak cukup membuat mereka takut dengan perbuatannya.
Ternyata dibalik kewenangan KPK yang sudah dilemahkan, membuat mereka tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut. Belum lagi hukuman yang dirasa ringan dan aparat penegak hukum yang bisa dibeli, tentu tidak menjadi hambatan bagi mereka. Logika yang digunakan oleh mereka, untuk memenuhi itu semua adalah bagaiamana mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, masalah hukuman yang akan diterima urusan belakang kalau kekayaan banyak sudah masuk pada saku mereka, karena hukum ditanah air ini mudah untuk diperjual belikan kalau anda memiliki uang.
Kalau dilihat dari segi hukum yang akan dijerat pada pelaku korupsi, tidak ada yang membuat efek jerah pada pelaku, karena lamanya penahanan dan perlakuan aparat penyelenggara proses hukum tersbut. Tidak begitu tegas, hal tersebut dapat kita lihat bagaimana prilaku tahanan koruptor didalam tahanan dan hukuman yang mereka terima. Sebagaimana yang telah dipublikasikan oleh beberapa media baik itu media cetak maupun elektronik.
Sudah seharusnya hukum tentang tindakan yang sangat merugikan Negara dan selalu berimbas pada penyengsaraan rakyat, mulai untuk diperkuat dan pihak-pihak penyelenggar hukum tersebut harus mulai dibenahi. Sehingga nantinya akan menimbulkan efek jerah pada pelaku-pelaku yang selalu memanfaatkan jabatannya demi kepentingan baik itu pribadi maupun segelintir orang yang bermain pada peranan tersebut. 
Oleh sebab itu, kalau memang Negara ini focus terhadap pemberantasan Korupsi di tanah air. Sudah seharunya kewenangan KPK lebih diprioritaskan, hukuman yang akan dijerat kepada mereka lebih diberatkan dan penyelenggara hukum harus mulai diperhatikan dan dibenahi, bila perlu dibuat suatu kepastian hukum yang begitu keras sehingga penyelenggara hukum akan berpikir dua kali dengan memanfaatkan statusnya sebagai penyelenggara hukum. Kalau itu semua sudah bisa dijalankan, maka akan terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari praktek-praktek segelintir orang korup. Dan terhindar dari setigma-setigma negative dari bangsa luar tentang bangsa Indonesia yang selalu korup.
MARI KEMBALIKAN FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI…
MISKINKAN MEREKA YANG KORUP KARENA SUDAH MENYENGSARAKAN RAKYAT MELALUI TINDAKAN MEMPERKAYA PRIBADA DAN SEGELINTIR ORANG…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar