Rabu, 27 April 2011

Tertangkap Tangan Oleh KPK


Oleh Muh Gusli Piliang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali menunjukan taringnya didepan public. Setelah sekian lama KPK tidak tampil didepan public akibat kasus yang menimpa pimpinan KPK Antasari Ashar dalam kasus dalang pembunuhan direktur Rajawali Banjaran (Nazarudin Syamsudin) beberapa waktu yang lalu.
Dalam kasus yang menimpa Antasari selaku pimpinan KPK, kontan membuat KPK seakan lembaga yang tak mencerminkan nilai lembaga pemberantasan korupsi. Sehingga berujung pada pengkerdilan lembaga dimata public, masyarakat selalu berharap pada lembaga pemberantasan korupsi selaku pihak yang akan membersihkan praktek-praktek kecurangan yang menimbulkan kerugian pada keuangan Negara.
Belum lagi selesai kasusnya Antasari, KPK kembali terbelit masalah yang mencerminkan lembaga tersebut serat dengan praktek-praktek yang seharusnya mereka berantas. Hal itu, tertimpa pada beberapa pimpinan KPK (Bibit-Candra), terkait kasus yang melibatkan Anggodo Wijojo.
Seakan tak habis-habisnya lembaga tersebut diserang oleh pihak-pihak yang menginginkan terdapatnya kelemahan dalam institusi KPK. Terbukti dari Amandemen UU tentang Kewenangan KPK yang dibahas oleh MPR/DPRI RI. Dan kekosongan pucuk pimpinan KPK selama kasus yang membelit para petingginya yang berujung banyaknya temuan KPK yang tidak ditindak lanjuti, karena para pengambil kebijakan tersebut dalam masa pengungkapan tudingan yang menimpa pimpinan mereka tidak mampu berbuat banyak untuk menjalankan agenda yang sudah ada.
Dilihat dari beberapa kasus besar yang menjadi sorotan public, seperti kasus Century dan PNS Ditjen Pajak Golongan IIIA (Gayus Tambunan). Dimana peran KPK dalam mengungkap praktek korupsi baik itu pada Bank Centry yang merugikan Negara hingga 6,7 T dan PNS Ditjen Pajak Golongan IIIA yang memiliki kekayaan diatas kewajaran masa kerja dan gaji yang diterima.
Dengan melemahnya peran dan fungsi KPK dalam memberantas korupsi, tentu akan menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak yang selalu menginginkan praktek-praktek korup tetap subur dinegeri ini. Dan lebih meleluasakan mereka dalam menguruk keuntungan atas Jabatan yang diembat dalam posisi mereka dipemerintahan.
Hal tersebut, terjadi didalam lembaga Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dimana lembaga pemerintahan tersebut, telah kedapatan tangan oleh KPK sedang melakukan transaksi dengan perusahan pemenang tender pembanguan wisma atlit di Provinsi Sumatera Selatan. Barang bukti yang disita oleh KPK lumayan besar 2 Miliyar dalam bentuk Cek. Penangkapan yang dilakukan oleh KPK dikantor Menpora melibatkan Sesmen (Wafid Muharam) dan beberapa utusan perusahaan tersebut.
Apa yang terjadi didalam lembaga pemerintahan Pemuda dan Olahraga, suatu bukti bahwa praktek korupsi kembali subur. Dan tidak tutup kemungkinan praktek-praktek tersebut telah terjadi disetiap instansi pemerintahan. Untuk membuktikan itu semua tentu perlu kesadaran oleh pihak-pihak yang selalu menjunjung tinggi nilai norma dan memegang teguh amanah yang sudah diberikan kepadanya.
Kenapa praktek-praktek seperti itu bisa subur kembali???. Bukankah dengan tindak tanduk KPK selama ini, memberikan efek jerah kepada mereka. Apa yang dilakukan lembaga pemerintah tersebut, tentu akan menimbulkan tanda tanya pada public, setelah apa yang telah dilakukan KPK selama ini, terhadap mereka yang melakukan praktek-praktek yang merugikan Negara, Tidak cukup membuat mereka takut dengan perbuatannya.
Ternyata dibalik kewenangan KPK yang sudah dilemahkan, membuat mereka tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut. Belum lagi hukuman yang dirasa ringan dan aparat penegak hukum yang bisa dibeli, tentu tidak menjadi hambatan bagi mereka. Logika yang digunakan oleh mereka, untuk memenuhi itu semua adalah bagaiamana mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, masalah hukuman yang akan diterima urusan belakang kalau kekayaan banyak sudah masuk pada saku mereka, karena hukum ditanah air ini mudah untuk diperjual belikan kalau anda memiliki uang.
Kalau dilihat dari segi hukum yang akan dijerat pada pelaku korupsi, tidak ada yang membuat efek jerah pada pelaku, karena lamanya penahanan dan perlakuan aparat penyelenggara proses hukum tersbut. Tidak begitu tegas, hal tersebut dapat kita lihat bagaimana prilaku tahanan koruptor didalam tahanan dan hukuman yang mereka terima. Sebagaimana yang telah dipublikasikan oleh beberapa media baik itu media cetak maupun elektronik.
Sudah seharusnya hukum tentang tindakan yang sangat merugikan Negara dan selalu berimbas pada penyengsaraan rakyat, mulai untuk diperkuat dan pihak-pihak penyelenggar hukum tersebut harus mulai dibenahi. Sehingga nantinya akan menimbulkan efek jerah pada pelaku-pelaku yang selalu memanfaatkan jabatannya demi kepentingan baik itu pribadi maupun segelintir orang yang bermain pada peranan tersebut. 
Oleh sebab itu, kalau memang Negara ini focus terhadap pemberantasan Korupsi di tanah air. Sudah seharunya kewenangan KPK lebih diprioritaskan, hukuman yang akan dijerat kepada mereka lebih diberatkan dan penyelenggara hukum harus mulai diperhatikan dan dibenahi, bila perlu dibuat suatu kepastian hukum yang begitu keras sehingga penyelenggara hukum akan berpikir dua kali dengan memanfaatkan statusnya sebagai penyelenggara hukum. Kalau itu semua sudah bisa dijalankan, maka akan terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari praktek-praktek segelintir orang korup. Dan terhindar dari setigma-setigma negative dari bangsa luar tentang bangsa Indonesia yang selalu korup.
MARI KEMBALIKAN FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI…
MISKINKAN MEREKA YANG KORUP KARENA SUDAH MENYENGSARAKAN RAKYAT MELALUI TINDAKAN MEMPERKAYA PRIBADA DAN SEGELINTIR ORANG…




Minggu, 24 April 2011

Apakah Ilmu Dapat Dinilai Dengan Angka-Angka???


Negara yang besar terletak pada semangat menuntut ilmu yang dimiliki rakyatnya. Dengan semangat menuntut ilmu, tentu akan membawa dampak yang begitu besar bagi kemajuan Negara tersebut.

Kecerdasaan adalah faktor utama yang harus dihargai, karena secara alami akan didapat oleh setiap orang banyak. Pendidikan adalah alat berproses menemukan kecerdasaan yang dimiliki masyarakat. Dengan pendidikan akan melahirkan "Einstein-einstein" bagi Negeri yang memiliki harapan perubahan yang akan datang.

Indonesia sebagai Negara yang berdaulat dan memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah cerdas dengan Negara-negar lain. Seharusnya mampu keluar dari perencanaan pembangunan yang tak kunjung memiliki akhir perjalanan. Pembangunan seakan menghambat perkembangan bagi Negeri, karena pembangunan itu akhirnya bersifat abstrak pada perencanaanya. Kita tidak pernah tau pembangunan seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah selaku pemilik kebijakan atas perkembangan Negeri ini.

Apakah pembangunan itu bagi pemerintah, hanya terletak pada aspek inprastruktur atau pembangunan itu terletak pada mental SDM yang dimiliki. Menggali potensi yang ada pada SDM merupakan suatu bentuk pembangunan, kalau potensi yang dimiliki bisa direalisasikan. Sering kali potensi yang dimiliki oleh SDM hanya dihargai pada proses-proses yang tidak membangun dan akhirnya tidak memiliki dampak apa-apa bagi Indonesia.

Belum lama ini Indonesia mengadakan kompetisi bagi generasi-generasi yang memiliki semangat kepedulian terhadap lingkungan. Dan mampu memanfaatkan Sumber Daya Alam dilingkungan sekitar mereka, serta merealisasikan dalam bentuk Sains. Suatu prestasi yang cukup gemilang dimiliki Anak negeri, karena mampu menciptakan karya tersendiri bagi Indonesia.

Olimpiade yang bertajuk "Mencetak Einstein Indonesia" telah ditutup oleh Wakil Mendiknas (Fasli Jalal) Tempo, Senin 28 Februari 2011. Cukup menjadi bukti betapa SDM yang dimiliki oleh Indonesia mampu menciptakan karya sains. Dan patut mendapatkan apresiasi atas kinerja yang dilakukan pemerintah dalam menggali potensi yang dimiliki generasi-generasi perubah.

Namun sangat disayangkan ketika apa yang dilakukan pemerintah hanya diberikan penghargaan berupa angka-angka nilai yang terdapat pada rupiah. Dan membuka peluang mereka mengikuti laga ilmia di Negara-negara yang sudah terbilang mapan dalam mengembangkan potensi SDM Negara tersebut.

Yang akhirnya apa yang dilakukan berupa ketidak pastian, kemana mau dibawa potensi yang dimiliki Negeri ini. Apakah cukup sebanding dengan nilai yang dikeluarkan lalu dipamerkan kepada publik. Inilah potret negeri yang tidak memiliki kepastian untuk melakukan perubahan atas bangsanya. Dimana ilmu hanya bias dihargai dengan nilai angka yang terdapa pada Rupiah, bukan memikirkan bagaimana mengembangkan Ilmu yang dimiliki.

Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mau menghargai Ilmu..
Bentuk dari penghargaan itu adalah dengan direalisasikan dalam bentuk pemanfaatan bagi orang banyak..

Keyakinan Bersumber Pada Kitabullah Dan As-sunnah Atau Keyakinan Menyesatkan...


Negeri ini selalu memiliki persoalan yang sangat banyak untuk dipecahkan, belum selesai satu persoalan, maka akan timbul lagi persoalan yang lain. Persoalan itu seakan menjadi duri yang tidak mau lepas dari daging, membuat orang selalu tidak nyaman untuk beraktifitas dalam kehidupan bermasyarakat.

Persoalan yang tidak pernah ada ujung, akhirnya membuat dampak-dampak yang selalu meresakan masyarakat banyak. Kalau saja pemerintah mau bersikap tegas dan mau melindungi apa yang sudah termaktub didalam kepastian hukum yang berlaku, tentu persoalan ini bukanlah persoalan yang akan menyita waktu dalam menanganinya.

Indonesia hari ini tengah dihadapi pada persoalan agama, persoalan ini tak pernah memiliki titik temu sama sekali. Dikarenakan ketidak tegasan pemerintah dalam menyikapi persoalan tersebut. Akhirnya persoalan agama sangat menyita waktu masyarakat banyak. Sehingga berdampak pada anarkis masyarakat yang tidak pernah mendapat kepastian dalam penangannya, yang akhirnya dampak tersebut membuat masyarakat tak nyaman dalam beraktifitas.

Belum lama ini seorang Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (M. Hanif Dhakiri) yang juga Anggota DPR RI Fraksi PKB, membuat tulisan di Koran Tempo terbitan Rabu, 09 Maret 2011 halaman 10A. Beliau mencoba menanggapi sikap-sikap Kepala Daerah (Gubernur) yang mengeluarkan peraturan Tentang Ahmadiyah. Bagi beliau satu tindakan yang salah, karena sangat bersebrangan dengan Hukum dan amanat UUD 1945 dan dianggap melawan Konstitusi. Tidak hanya itu saja, beliau juga menggambarkan bagaimana Islam itu bersikap atas keyakinan yang lain.

Berbicara bagaimana menghargai keyakinan orang lain, tentulah umat Islam paham atas apa yang harus dihargai tersebut. Sebagaimana Rasulullah (Muhammad) telah mencontohkannya dalam kehidupan beliau (As-sunnah) dan apa yang sudah disampaikan Allah melalui Kitabnya (Al-qur'an).

Kasus Ahmadiyah bukan persoalan keyakinan, karena persoalan tersebut masih lingkup Islam sebagai keyakinan. Kalau saja ini berupa keyakinan seperti yang dituliskan oleh Abangdah Hanif, tentu tidak akan menjadi persoalan dikalangan umat Islam. Oleh karena itu, kita harus bisa memahami mana keyakinan dan mana aliran (golongan).

Keyakinan merupakan bentuk kepasrahan diri atas hakikat ketuhanan yang diesakan, sementara aliran (golongan) merupakan tempat segolongan orang menafsirkan sesuatu hakikat perjalanan kehidupan, yang bersumber pada Kitabullah dan As-sunnah diterjemahkan oleh para Imam sebagai bentuk perjalanan perintah yang tertuang dalam Kitabullah dan As-sunnah.


Nah, kita coba kembali lagi pada persoalan Ahmadiyah, apakah Ahmadiyah berupa keyakinan atau aliran???. Kalau Ahmadiyah berupa keyakinan, tentu Ahmadiyah tidak berada pada barisan Islam sebagai bentuk keyakinan. Akan tetapi kalau Ahmadiyah berupa aliran (golongan), maka kebenaran yang terdapat dalam Kitabullah dapat diragukan, karena ketidak pastian dalam penjelasan kitab Allah tersebut. Allah sendiri mengatakan "tidak ada keraguan dalam Kitabku" .  Apakah Ahmadiyah pantas masuk barisan Islam, sementara mereka sudah mengingkari apa yang telah tertuang dalam Kitabullah tersbut. Dengan posisi Ahmadiya dalam Islam, tentu akan meragukan Kitab Allah, karena mengakui adanya Nabi dan Rasul setelah Muhammad. Inilah persoalan yang sangat besar dan patut ada kejelasan dalam penyikapan persoalan agama yang semakin meresakan masyarakat khususnya umat Muslim. 


Oleh karena itu, sebagai Negeri mayoritas penduduk berkeyakinan Islam, sudah seharusnya negeri ini menjunjung tinggi apa yang dikehendaki oleh mayoritas (Islam) dalam mewujudkan penghidupan yang sesuai dengan keyakinan yang dipegang. Dengan bepegang pada mayoritas, tentu akan menghasilkan keseimbangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Itu pun dengan kesadaraan yang mutlak bagi penduduk yang keyakinannya minoritas agar menjaga nilai tersebut. Dan tidak mengeluarkan argument-argument propokatif, sehingga membuat kekisruan dalam penyelesaianya.

"Lakum Dinukum wa Liadin"

Sabtu, 23 April 2011

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT,


Menimbang
:
a.       bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang paling hakiki dan Negara menjamin kemerdekaan setiap warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya;
b.      bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum meceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran suatu agama atau kepercayaan dan penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama;
c.       bahwa pemerintah telah melakukan upaya persuasive melalui serangkaian kegiatan dan diaog untuk menyelesaikan permasalahan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar tidak menimbulkan keresahan dalam kehidupan bermasyarakat dan menetapkan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri 3 Tahun 2008, Nomor Kep-003/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang PEringatan dan Perintah kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dan warga masyarakat;
d.      bahwa Gubernur Jawa Barat selaku Wakil Pemerintah di Daerah, berwenang untuk menindaklanjuti Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf c;
e.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, perlu ditetapkan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat;

Mengingat
:
1.       Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2.       Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
3.       Undang-undang Nomor 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan /atau Penodaan Agama jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pertanyaan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang;
4.       Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentnag Organisasi Kemasyarakatan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
5.       Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
6.       Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7.       Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan International Hak-HAk Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
8.       Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9.       Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentagn Organisasi Kemasyarakatan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
10.   Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2007 tentang Pmebagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
12.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
13.   Perturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah;
14.   Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia;
15.   Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Kep-004/J.A/01/1994 tentang  Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM);
16.   Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang PEringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus JEmaat Ahmadiayah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat;
17.   Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46);
18.   Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 2 Seri E, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 69);
  
Memperhatikan
:
1.       Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 451.05/Kep.103-Kesbangpol/2011 tentang Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat;
2.       Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 223/1107 D.III tanggal 23 September 2008 perihal Pedoman untuk Penanganan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI);
3.       Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 450/3457/Sj tanggal 24 Agustus 2010 perihal Penanganan Jemaat Ahmadiyah dan tindakan Anarkis;
4.       Surat MEnteri Dalam Negeri Nomor 450/604/Sj tanggal 28 Pebruari 2011 perihal Sosialisasi SKB 3 Menteri tentang Peringatan dan Perintah kepada JAI dan Warga Masyarakat dan 12 Butir Penjelasan JAI;
5.       Surat Edaran Bersama Sekretarian Jenderal Departemen Agama, Jaksa Agung Muda Intelijen dan Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri Nomor SE/Sj/1322/2008, Nomor SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008 dan Nomor SE/1119/921.D.III/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat;
6.       Penjelasan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) tanggal 14 Januari 2008 tentang Pokok-pokok Keyakinan dan Kemasyarakatan Warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia;
7.       Pernyataan Bersama Para Pemuka Agama di Jawa Barat tanggal 14 Pebruari 2011;
8.       Risalah Rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah tanggal 2 Maret 2011.
9.          


MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA  DI JAWA BARAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur Ini, yang dimaksud dengan :
1.       Daerah adalah Provinsi Jawa Barat
2.       Pemerintah Daera adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsure penyeenggara pemerintah Daerah.
3.       Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
4.       Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
5.       Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota Jawa Barat.
6.       Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah yang selanjutnya disebut Badan adalah Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat.
7.       Ahmadiyah adalah organisasi atau aliran yang menganut/mempunyai keyakinan/ideology/faham tertentu.
8.       Forum Koordinasi Pimpinan Daera adalah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Jawa Barat.
9.       Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah yang selanjutnya disebut adalah Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 451.05/Kep.103-Kesbangpol/2011
10.   Keputusan Bersama Tiga Menteri adalah Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008,  Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dan tujuan pengaturan penanganan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat, yaitu :
a.       Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dari adanya pertentangan akibat penyebaran paham keagamaan yang menyimpang
b.      Mengawasi aktifitas Jemaat Ahmadiyah dari kegiatan penyebaran penafsiran dan aktifitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam;
c.       Mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh warga masyarakat sebagai akibat penyebaran  paham keagamaan yang menyimpang;
d.      Melaksanakan pembinaan kepada Jemaat Ahmadiyah serta mengajak Jemaat Ahmadiyah untuk kembali kepada syariat agama Islam;
e.      Mingkatkan koordinasi antara aparat Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah dalam penanganan masalah Jemaat Ahmadiyah; dan
f.        Meningkatkan sosialisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri.

BAB III
LARANGAN
Bagian Kesatu
Aktifitas Jemaat Ahmadiyah
Pasal 3
1)      Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan aktifitas dan/atau kegiatan dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktifitas yang menyimpang dan pokok-pokok ajaran agama Islam.
2)      Aktifitas/kegiatan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) meliput :
a.    Penyebaran Ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun melalui media elektronik;
b.    Pemasangan papan nama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di tempat umum;
c.     Pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia; dan
d.    Penganut atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun.
3)      Pemerintah Daerah menghentikan aktifitas/kegiatan Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), sesuai ketentuan peraturan perundang-undang.

Bagian Kedua
Masyarakat
Pasal 4
1)      Masyarakat dilarang melakukan tindakkan anarkis dan/atau perbuatan melawan hukum berkaitan dengan aktifitas Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.
2)      Tindakkan terhadap aktifitas Penganut, Anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan aparat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
SOSIALISASI
Pasal 5
1)      Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melaksanakan langkah-langkah percepatan sosialisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri dengan mendayagunakan Majelis Ulama Indonesia, Tokoh Agama dan Tokoh masyarakat.
2)      Sasaran sosialisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a.    Aparatur Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, dan Kelurahan;
b.    Warga masyarakat, tokoh masyrakat, tokoh agama, forum Kerukunan Umat Beragama dan Organisasi Kemasyarakatan Islam; dan
c.     Penganut, anggota dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah.
3)      Narasumber sosiaisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) terdiri dari unsure :
a.    Pemerintah Daerah;
b.    Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polres Metro Bekasi, Polres Metro Kabupaten Bekasi dan Polres Metro Depok);
c.     Kodam III Siliwangi, Kodam Jaya (Kodim Bekasi dan Kodim Depok);
d.    Kejaksaan Tinggi Jawa Barat;
e.    Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat; dan
f.     Tokoh masyarakat.

BAB V
KELEMBAGAAN
Pasal 6
1)      Kelembagaan yang terkait dengan penanganan Jemaat Ahmadiyah, meliputi :
a.    Forum Koordinasi Pimpinan Daerah; dan
b.    Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah
2)      Forum kordinasi Pimpinan Daerah Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. menetapkan kebijakan dalam penanganan Jemaat Ahmadiyah
3)      Tim Penganganan Jemaat Ahmadiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mempunyai tugas merumuskan bahan kebijakan Gubernur dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Daerah.
4)      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tim Penanganan Jemaat Ahmadiyah mempunyai Fungsi :
a.    Perencanaan, pengkoordinasiaan, dan pengkajian hasil informasi mengenai permasalahan yang ditimbulkan oleh keberadaan Jemaat Ahmadiyah agar tidak mengganggu stabiitas Daerah;
b.    Pelaksanaan deteksi dini, peringatan dini dan pencegahan dini atas permaslahan yang ditimbulkan oleh keberadaan Jemaat Ahmadiyah;
c.     Pemberian rekomendasi sebagai bahan perumusan kebijakan Gubernur dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh keberadaan Jemaat Ahmadiyah;
d.    Pembinaan terhadap penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah; dan
e.    Pelaporan pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur.

BAB VI
PELAPORAN
Pasal 7
1)      Masyarakat yang mengetauhi aktifis Jemaat Ahmadiyah berupa kegiatan penyebaran penafsiran dan aktifitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, dan bertentangan dengan Keputusan Bersama Tiga MEnteri, wajib melaporkan kepada aparat Kepolisian, dan instansi yang berwenang lainnya.
2)      Tindak lanjut laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PEMANTAUAN
Pasal 8
1)      Komunitas Intelijen Daerah melaksanakan pemantauan aktifitas/kegiatan Jemaat Ahmadiyah.
2)      Komunitas Intelijen Daerah menyampaikan bahan kebijakan penanganan Jemaat Ahmadiyah kepada Gubernur.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGWASAN
Pasal 9
1)      Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penaganan Jemaat Ahmadiyah, dengan mendayagunakan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat tokoh agama Islam dan tokoh masyarakat setempat.
2)      Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah untuk memperbaiki perbuatan yang menyimpang dari pokok ajaran Islam
3)      Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengambil langkah-langkah tindaklanjut dalam penanganan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktifitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam yang berdampak pada timbulnya konflik social dan tindakan melawan hukum oleh masyarakat, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
SANKSI
Pasal 10
Dalam hal terjadi peanggaran terhadap ketentuan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Pemerintah Daerah sesuai Kewenangannya menghentikan aktifitas dan/atau kegiatan Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah.

Pasal 11
Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah yang tidak melaksanakan Keputusan BErsama Tiga Menteri, dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
PENANGANAN DI KABUPATEN/KOTA
Pasal 12
1)      Bupati/Walikota menetapkan langkah operasional penanganan Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten/Kota.
2)      Bupati/Walikota melaporkan penanganan Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten/Kota kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.

BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 13
Pembiayaan yang diperlukan untuk penanganan Jemaat Ahmadiyah bersumber dan :
a.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
b.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat;
c.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota; dan
d.      Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Gubernur ini akan ditetapkan dalam peraturan tersendiri.

Pasal 15
Praturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan Gubernur ini dengan penempatanya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Barat.

                                                                                   Ditetapkan di Bandung
                                                                                   Pada tanggal 2 Maret 2011
                                                                                   GUBERNUR JAWA BARAT,
             

                                                                                   AHMAD HERYAWAN

Diundangkan di Bandung
Pada tanggal 3 Maret 2011
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
                JAWA BARAT,

LEX LAKSAMANA
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 NOMOR 11 SERI E